Uang Logam yang tidak digunakan
Kita sudah tidah heran lagi dengan
uang logam yang tidah digunakan,terutama di daerah TABAGSEL.Uang Logam yang dimaksud
disini adalah uang logam 100 rupiah dan 200 rupiah.
Penggunaan
uang logam ini sangat jarang digunakan terutama di daerah TABAGSEL. Banyak kita
mendengar kata uang receh 100 rupiah dan 200 rupiah tidak laku. Beberapa
penjual menolak uang ini. Uang ini sering diaggap remeh oleh masyarakat karena
nominalnya yang kecil. Masyarakat lebih memilih menyimpannya di rumah dari pada
membelanjakannya. Uang 100 rupiah dan 200 rupiah mulai terlupakan.
Dalam
Undang – Undang Republik Indonesia nomer 7 tahun 2011 tentang Mata Uang.
Dijelaskan didalamnya bahwa uang rupiah alat transaksi yang sah di Indonesia.
100 rupiah dan 200 rupiah termasuk uang yang sah. 100 rupiah dan 200 rupiah
masih berlaku di Negara Indonesia. Kota,
kabupaten, kecamatan, desa dan lainnya yang masih termasuk Negara Indonesia
bisa menggunakannya.
Sampai
saat ini belum ada tindakan pemerintah untuk menarik uang pecahan 100 rupiah
dan 200 rupiah. Dibeberapa kota – kota besar penggunaan uang logam ini masih
akrab ditemui. Belum diketahui Awal mula dan siapa orang pertama yang enggan
menggunakan uang ini. Keberadaan ini sudah cukup lama dialami, yang jelas
masyarakat sudah menganggap uang 100 rupiah dan 200 rupiah tidak berlaku.
Sering
kita jumpai supermarket dan tempat usaha lainnya tidak menerima uang ini. Ada
beberapa harga yang seharus dibayar dengan uang 100 rupiah dan 200 rupiah
tetapi ditolak. Beberapa penjual lebih memilih lebih menggenapkan harga. Terdapat
beberpa usaha yang mengembalikan dengan permen dari pada uang 100 rupiah dan
200 rupiah. Sudah akrab di pikiran mereka uang itu tidak laku.
Dalam
Undang – undang nomer 7 pasal 23 “Setiap orang dilarang menolak untuk menerima
Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk
menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk
transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah. (2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk pembayaran atau untuk
penyelesaian kewajiban dalam valuta asing yang telah diperjanjikan secara
tertulis”. Berarti masyarakat dapat menolak uang seperti 100 rupiah dan 200 rupiah
bila dianggap uang palsu. Tetapi di masyarakat uang palsu bisanya beredar hanya
uang kertas. Jarang ditemui uang logam dipalsukan. Seperti koin yang digunakan
bermain anak boleh ditolak.
Terdapat
hukuman denda dan pidana dalam undang –
undang nomer 7 pasal 33 ayat dua “
Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya
dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi
dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian
Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah)”.
Sebagian
masyarakat banyak yang belum mengetahui tentang peraturan tersebut. Masyarakat
masih bersikap enggan meniram uang sah tersebut. Kebanyak dari mereka remeh
dengan uang 100 rupiah dan 200 rupiah. Nilai pecahan uang 100 rupiah dan 200
rupiah dianggap paling kecil. Sedangkan pecahan 100 ribu rupiah dinggap pecahan
paling besar dan sangat dihargai.
Dilihat dari
nilainya memang uang 100 rupiah dan 200
rupiah kecil. Bila kita memiliki uang 100 rupiah satu buah, untuk dibelikan
permen masih kurang. Kita memiliki uang 100 ribu rupiah, dapat di belikan
permen yang banyak. Istilah ini sering digunakan di masyarakat. Sehingga 100
rupiah di remehkan dan jarang digunakan. Tetapi bila 100 rupiah dikumpulkan dapat
setara dengan 100 ribu rupiah. Kita juga sering mendengar kata – kata 100 ribu
rupiah tidakan menjadi 100 ribu rupiah apabilah kurang 100 rupiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar