Sabtu, 06 Februari 2016

Pengalaman Pertama

Pengalaman pertama ke ari  yang makan waktu lebih kurang 4 jam. Ngelewatin jalan raya yang jauh menuju air terus. Sampai ke lokasi harus jalan sekitar 4 jam. selamat 4 jam banyak yang kami lewati dari kebun- kebun penduduk, kelapa sawit, sungai, tangga dari kayu yang lurus 90 derajat  punya anak tangga yang banyak, kolam abadi dan tujuan utamanya air terjun tongkat. Biasanya mau ke air terus ngga harus ngabisin waktu segitu lamanya tapi kali ini beda. capeknya pake banget dan kali, harus pulang malam karena berangkat kesiangan. Tapi semuanya terbayar karena keindahan alam terimakasih ya Allah kau menciptakan ini dengan sempurna. 



 
yang satu kedinginan yang satu matanya perih




 




cewe cewe tangguh

ngelewatin tangga yang bener bener lurus dan tinggi


Jumat, 05 Februari 2016

Antara DOA dan USAHA

Lagi iseng waktu itu buat ini, cerpen iseng - iseng aja. Terinsirasi dari pengalaman pribadi walu ngga semua betul haha.

Setiap hari gadis itu mengeluh, tiada hari tanpa mengeluh, dia belum biasa menerima kenyataan. Penyesalaan selalu bersarang dipikirannya. Saat ia melihat sekelilingnya mukanya murung dan tidak ada semangat. Dia berada di suatu tempat tetapi pikiran tidak serupa.
Bukit yang hijau udara sejuk dan pemandangan yang indah tidak lepas dari pandangannya. Suara kicawan burung yang menyambut perjalanan ini. Suara  air yang seakan menyanyi. Indahnya alam Indonesia takan terganti. Gita termenung dengan pemandangan di sekelilingnya. Pemandangan yang belum pernah ia liat sebelumnya. Selama ini Gita hanya melihat bangun yang menjulang tinggi keawan. Matanya yang sembam mulai berahli menjadi senyum manis yang menghiasi wajahnya.
Ahkirnya Gita sampai di rumah nenek. Nenek sangat antusias dengan kedatangan Gita. Sudah lama Gita tidak pulang kedesa, terakhir Gita datang saat dirinya masih menggunakan baju putih biru. Sekarang Gita sudah besar usianya menginjak 17 tahun. “Gita ayo makan nak” ujar nenek yang sudah merindukannya. Gita kembali termenung mengingat teman-temannya yang jauh menembus awan. Nenek mengulangi kata-kata hingga tiga kali dan Gita tersentak dari lamunanya. Gita berjalan dengan muka merengut.
“Gita kenapa kamu masih sedih?” ucap nenek dengan tatapan serius. “tidak nek” ucap Gita dengan singkat.  “Gita tidak boleh memandang sesuatu dengan sebelah mata, coba  lihat dari segi lain pasti kamu melihat  objek yang indah” ucap om Gita yang duduk di samping neneknya. Gita hanya mengangguk dan melanjutkan makannya. Gita masih belum bisa menerima kenyataan karena ayahnya baru saja pindah dinas kedesa dan akan menetap. Selama ini Gita tinggal di kota metropolitan.
Setelah makan siang di rumah nenek, Gita dan keluarga beranjak kerumah yang akan mereka tempati. Gita dan keluarga berpamintan kepada seluruh orang yang ada di rumah nenek. Kembali Gita memikirkan temannya. “Gitaaa awas...” teriak ibunya dari kejauhan. Gita tersadar dan menghindar dari batu yang ada didepannya. Gita terkejud hampir saja ia jatuh. “sudah ibu bilang jangan banyak melamun nak, Gita harus bisa move on” ujar ibu Gita  yang mermuka jengel. “ih... ibu so gaul pake kata-kata move on kaya ngerti aja, gita ngga apa apa ko bu.” Ejek Gita dengan muka tersenyum.
Gita masuk kedalam kamarnya dan meletakan barang-barangnya dilantai. Gita membuka jendela dan menatap kearah pegunungan. Dalam hati kecilnya ia bersyukur atas keindahan yang sebelumnya tak pernah ia rasakan. “gimana kamar barunya kamu suka?” ujar ibu Gita di  depan pintu kamar. “suka banget deh bu, makasih ya, tau aja aku suka cat pink” Gita menjawab dengan meliat cat kamar yang berwarna merah jambu. “Iya nak. Ini inisatif ayah, kamu harus berterimaka kasih juga sama ayah. “iya bu” jawab gita dengan muka tersenyum.   
Gita masuk kedalam kamar, sebelum tidur Gita asik BBMan kepada teman-teman yang  berada di pulau berbeda. Gita curhat kepada Nisa sabahatnya. Gita mengeluh besok dirinya akan sekolah di tempat yang baru. “udah git ngga usah banyak mikir, kamu jalanin aja. Semua pasti akan indah pada waktunya. Sekarang kamu tidur ya” chattingan Nisa mengakhiri percakapan mereka. Gita kekamar mandi lalu bersuci sebelum tidur.
Hari sudah pagi ayam dengan nyaring membangunkan Gita dari tidur lelapnya. Sama seperti gadis remeja lainnya gita bangun untuk mandi dan sarapan. Hari ini adalah hari yang menebarkan bagi Gita, karena ia akan masuk kesekolah yang baru. “Gitaaa ayo nak nanti kita terlambat!”  teriak ayah sambil memanaskan kendaraan roda dua. Hari pertama dirinya sekolah masih diantar karena belum mengetahui angkutan umum yang mana sampai sekolah.
Beberapa menit kemudian tiba Gita di sekolah barunya, jantungnya berdetak lebih kencang. Keringatnya bercucuran, tanggan dingin seperti es, dan badannya gemar seperti orang sakit. Senin ini Gita tidak ikut upacara karena dia masih murid baru. Setelah upacara selesai ayah mengantar Gita sampai kelasnya. “oh.. ini anak bapak ya?” Sahut ibu guru dari dalam kelas. “iya bu, ini anak saya” balas ayah Gita dari luar kelas. Gita masuk kedalam kelas dan melihat teman-temannya dari depan kelas dengan muka pucat. Gita berkenalan didepan kelas.
Berjalan Gita ketempat duduk yang kosong dengan bunyi sepatu yang nyaring tak, tok, tak, tok. Seluruh murid memandangnya termaksud Ina yang duduk sendiri. “mari gita duduk disampingku” sahut Ina dengan suara lantang dan tersenyum cerah. Gita tersenyum kepada Ina, dan duduk disamping Ina dalam hatinya berbisik kayanya dia baik. “nama kamu siapa?” tanya Gita. “namaku rezekina aku bisa dipanggil Ina” sambil mengulurkan tanggannya. Mereka berbincang-bincang dengan suara berbisik sambil memerhatikan guru.
“hahaha.. lihat si gendut ini punya teman” teriak Yuda murid paling nakal disekolah. Ina memasang muka merenggut. “itu siapa na? . Ko dia jahat banget sama kamu” tanya Gita dengan bingung. Ina masih murenggut lalu ia menengok ke arah Gita “dia itu Yuda, dia selalu mencelah aku setiap hari. Gara-gara dia aku ngga punya temen akun benci banget sama dia git”. Gita mulai mengerti kenapa Ina duduk sendiri, karena Ina selalu diejek Yuda. Sampai akhirnya Ina tidak punya temen, Ina memiliki fisik yang besar sehingga selalu dihina.
Hari mulai sangat panas, waktunya persekolahan usai. Gita pulang bersama Ina rumah mereka ternyata satu arah. Mereka naik angkutan yang sama, tetapi Gita turun terlebih dahulu. “Ina aku turun ya nanti kita BBMan dadah...!” sambil turun dari angkut Gita berbicara. Ternyata sekolah barunya menyenangkan tidak seperti yang ia bayangkan, teman-teman sangat ramah. Gita terdiam sejenak ia melihat pegunungan yang indah lalu mengeluarkan handphonenya untuk memotret . sambil berjalan iya memasukan fotonya ke Internet.
Tiba Gita di rumah dimengucap salam lalu menyalim ibunya, kemudia ia makan siang dan ibadah. Walau masih muda ibadah Gita tidak penah tinggal. Gita masuk kekamarnya dengan memegang handphone ia melihat foto yang ia masukkan di Internet tadi. Ternyata sudah banyak orang yang menyukai foto Gita dan berkomentar baik. “tidakku sangka foto ini banyak yang menyukai dan berkomentar positif” Gita tersenyum – senyum sendiri.
Gita mengingat kata – kata omnya, dia harus melihat sesuatu harus dari segi  yang berbeda. Gita berpikir bahwa dia harus melihat dari sisi lain agar menemukan keindahan dan tidak harus dengan sisi yang sama seperti yang lain. “Aku harus sukses dimanapun aku berada” ucap Gita sambil berbaring. Ia mulai membaca di Internet kiat-kiat memotret dan cara mudah memotret dengan hasil yang bagus. Gita mengingat – ingat komentar fotonya di Internet tadi, ada yang meminta foto-foto yang diambil Gita.
Setiap hari Gita menjalani aktivitasnya disekolah setiap ada kejadia yang keren ia langsung memfotonya. Ia mulai lupa dengan kesedihan terhadap sahabat yang sudah jauh. Dia sudah mulai menyesuaikan diri di desa dan temen – temen barunya. “awas ada bola gitaaa...” teriak Ina dengan suara keras. “kamu itu ngga ada kerjaan ya untuk apa kamu memoto aku, waktu aku main bola ? Dasar gadis kota tak berguna” teriak Yuda sambil menujuk-nunjuk Gita. Seketika Gita menangis melihat handphonenya terjatuh terkena tendangan bola Yuda.
Gita masuk kelas dan menangis dipelukan Ina. “sekarang handphoneku rusak ”  sambil menangis. “sudah – sudah nantikan bisa diperbaik sepertinya tidak parah git. Kamu ngapain sih memoto dia?” jawab Ina sambil  melihat Gita sinis. “tapi na itu kelebihan aku. Aku juga bermaksud mengambil foto peristiwanya aja, bukan bermaksud untuk memoto Yuda bermain bola” jawab Gita sambil berhenti menangis. Sejak pertama Gita memiliki handphone berkamera, ia mulai suka memotret kejadian yang menurutnya menarik.
            Gita bercerita kepada Ina, ia berjanji kepada sahabatnya akan kembali ke kota metropolitan dan sekolah disana. Tetapi dalam tekatnya untuk kembali Gita ingin menghasilkan prestasi. Dia berjanji saat dirinya sukses Gita akan kembali bersama sahabat-sahabatnya. Gita belum bisa melupakan sahabat – sahabatnya di pulau yang berbeda itu. Setiap minggu Gita bervideo call dengan teman – temannya, dari layar handphonenya ia dapat melihat temen – teman yang jauh.
            “bila seperti ini terus aku ngga bisa komunikasi dengan mereka dan aku tidak bisa berkarya lagi. Bakatku disitu na” ujar Gita sambil menghembuskan nafas panjang. “yaudah pulang sekolah ini kita ke tempat betulin handpone dulu” Saran Ina kepada Gita. Bel berbunyi saatnya Gita dan Ina pulang. Mereka memperbaiki handphone Gita, tetapi sayang handphone Gita harus di tinggal selama tiga hari.
            Akhirnya handphone Gita sembuh dan bisa digunakan lagi. Gita bisa berkarya lagi ia dapat memasukan foto-fotonya ke Interner. “Gita ibu lihat suka memoto ya, tidak jarang ibu lihat Ina yang menjadi modelnya. Kamu punya foto – foto kegiatan bola waktu itu” tanya ibu guru. “ ada ibu, untuk apa ibu menanyakannya”. “kamu bisa buat majalah dinding sekolah untuk minggu ini. Nanti ina yang akan membantu kamu dia kan jago dalam bahasa”. “iya bu kami usahakan”. Ina dan Gita mengerjakannya sehabis pulang sekolah.
“Hebat Git takku sangka ternyata hasil majalah dinding kalian keren” ujar Yuda dari pintu kelas dengan suara nyaring. Gita menjawab “itu bukan karya aku aja. Disitu ada karya Ina juga”. “tak ku sangka ternyata kalian berdua berbakat. Maaf ya selama ini aku suka meremehkan dan mengejek kalian. Karya kalian bagus kalian jangan berhenti berkarya ya”. Ina dan Gita tersenyum mereka berjabat tanggan dengan Yuda. Mulai saat itu Yuda selalu mendukung Ina dan Gita, mereka bersahabat.
Saat pengumuman kelulusan tiba Yuda diterima di Universitas Negeri dengan jurusan Guru olah raga dan Ina dengan jurusan guru bahasa Indonesia. Sedangkan Gita berhasil masuk Universitas di luar negeri dengan jurusan yang selama ini ia impikan fotografi. Tapi sayangnya Gita bimbang untuk menerimanya. Gita adalah anak satu – satunya, orang tuanya tak muda lagi ia tidak tega meninggalkan orang tuanya. Siapa yang akan merawat orang tua bila Gita pergi jauh. Dalam doa Gita menangis dan bingung menentuka keputusan.
Ayah Gita selalu berucap “doa dapat menembus langit ketujuh nak”. Cita – cita untuk sekolah tinggi terwujud. Gita akan ke bandara internasional sebeleum keluar negeri, ia akan bertemu dengan sahabat lamanya. Foto – foto yang selama ini dimasukkan ke Internet memiliki banyak penyuka. Gita dapat berkarya walau hanya di desa, ia bahkan mendapat kamera canggih karena berhasil memenangkan kontes fotografer di Internet. Semua impian Gita perlahan terwujud dengan doa dan usahanya yang tak pernah putus.
Tapi gita memilih untuk tetap tinggal di desa, ia memutuskan tidak mengambil beasiswanya di luar negeri. Ia memilih untuk menjaga orang tua sambil berkarya. “git kamu ngga nyesel ?” ucap ibu sambil melihat Gita. “ ngga bu aku seneng ko ada di desa ini apa jadinya bila aku ngga disini. Gita bisa sukses ko bu dimanpun Gita berada.” Ucapnya Sambil memasukan foto di Internet dan melihat – lihat hasil karyanya. Gita berhasil membuka toko foto pertama di desanya. untuk beberapa hari Gita dapat ke kota metropolitan bertemu sahabatnya dan kembali pulang ke desa dan berkarya.


Keluarga Kecil

Selalu merasa nyaman dengan hadirnya mereka. Bahagia itu memang sederhana bila kita memaknainya. Salah satu berkumpul dengan keluarga kecil sangat nikmat. Tidak perlu pergi ketemapat yang indah. tidak perlu malu atau gengsi dengan keluarga sendiri. 

Resume Jurnal